Musim hujan tiba, bayang-bayang datangnya banjir ada di depan mata. Dan masyarakat sudah bersiap-siap menghadapi banjir karena sudah menjadi agenda rutin. Berbagai upaya untuk mengantisipasi sudah dilakukan. Tapi hingga saat ini belum menunjukkan hasil. Masih adakah upaya lainnya?
Seringkali banjir di Jakarta yang disalahkan adalah banjir ”kiriman” dari Bogor. Salah satu penyebab adalah banyaknya sampah yang dibuang ke sungai, terutama sampah yang terapung. “Berdasarkan data dari dinas kebersihan, paling banyak adalah sampah terapung, terutama plastik. Dan kami diminta mendesain peralatan penanganan sampah sungai, terutama untuk sampah yang terapungnya,” terang Hendra Tjahjono, Program Manager Rancang Bangun Peralatan Pembersih Sungai, Pusat Teknologi Lingkungan BPPT.
Dengan bantuan beberapa orang, dibuatlah suatu desain peralatan penanganan sampah sungai yang lebih terintegrasi dari yang sudah ada sebelumnya. Untuk mengatasi sampah yang terapung, dibuat suatu system pengarah apung menggunakan pipa apung, dimana sampah dengan bantuan aliran sungai, masuk ke pipa apung. “Sampah yang masuk ke pipa apung tersebut kemudian di press di suatu alat khusus untuk dihilangkan airnya. Setelah itu, barulah hasil presnya bisa di olah kembali oleh perusahaan-perusahaan daur ulang plastik. Jadi sampah yang diangkat tadi tidak dibuang begitu saja seperti yang sudah-sudah” Ujar Joko Heru Martono, Kepala Tim Teknis Rancang Bangun Peralatan Pembersih Sungai, Pusat Teknologi Lingkungan BPPT.
Sistem pengarah apung tersebut menggunakan sebuah pipa yang dibuat sendiri dengan panjang antara 6 hingga 12 meter. Karena sifatnya yang terapung tapi setengah tenggelam, maka lumpur yang ada di dasar sungai tidak akan ikut terbawa. Sistem ini sifatnya sangat fleksibel. Apabila aliran sungai terlalu deras, permukaan air diatas normal, maka alat tersebut akan naik dan melepaskan sampah-sampah yang ada. Karena kalau tidak, pipa apung tersebut bisa terlepas.
Kendala
Semua peralatan tersebut masih bersifat prototype dan baru didesain untuk mengangkut sampah 1,2 ton per menit. Untuk mewujudkan itu semua ternyata tidak semudah membalikkan telapak tangan. Dibutuhkan lokasi area sungai yang luas untuk menempatkan alat tersebut. Tidak sekedar pipanya saja, tapi juga ada alat lainnya berupa system pengangkatan sampah otomatis, system pengolah sampah awal dan system monitoring serta kontrol. “Menjalankan peralatan tersebut harus terintegrasi karena semuanya di kontrol di satu pusat kendali. Senantiasa harus memperhatikan kecepatan airnya dan sampah yang masuk ke dalam pipa apung jangan sampah yang besar-besar.” ujar Joko.
Umumnya seperti mesin-mesin lain, alat ini juga membutuhkan bahan bakar yang tidak sedikit untuk menggerakkannya. “Untuk semua peralatannya, kita membutuhkan listrik sebesar 10 kilowatt. Dan yang perlu dipikirkan untuk mendapatkan listrik sebesar itu darimana. Alternative lain kita menggunakan diesel, tapi tentu saja biaya yang dikeluarkan akan lebih besar lagi,”tutur Hendra kepada TEKNOPRENEUR.
Ide yang baru tercetus tahun 2007 ini belum dilakukan uji coba. Kendala lain untuk uji coba adalah masalah perizinan. Karena untuk masalah sungai saja dikelola oleh beberapa instansi pemerintah seperti Departemen Pekerjaan Umum dan Pemda setempat. Jadi untuk menerapkan peralatan ini harus diperlukan beberapa izin dengan beberapa peraturan yang berbeda. Dan itu semua memakan waktu lama jika tidak ada kerjasama yang baik dari berbagai pihak.
Peralatan ini masih dalam tahap pengembangan tapi jika ada Pemda yang berminat
untuk mencobanya di persilahkan, pihak BPPT sendiri sudah siap. Syarat yang harus dipenuhi yaitu sungai harus luas minimal 12 meter, aliran airnya deras, jika musim kemarau airnya tidak mengering.
Potensi
Karena semua peralatannya di desain dan dibuat sendiri, maka biayanya tidak terlalu besar. “Berdasarkan perhitungan luas sungai 12 meter, total biayanya sekitar 1 – 1,5 milyar rupiah. Itu sudah termasuk biaya pembuatan dan pemasangan alatnya,” terang Hendra. Jika ada perusahaan yang berminat untuk bekerjasama memanfaatkan teknologi ini dipersilahkan. Selain membantu mengatasi banjir, sampah yang di dapatkan pun berpotensi untuk menghasilkan kembali. Volume sampah yang demikian besar dapat dimanfaatkan setelah dipres dihilangkan airnya untuk dijadikan biogas atau di daur ulang plastiknya.
“Tahun 2009 kita berencana kerjasama dengan Pemda DKI dan Departemen Pekerjaan Umum untuk minta lokasi diterapkannya alat ini. Mengingat saat ini sudah musim hujan, dan ketinggian air di sungai juga sudah mulai meningkat, diharapkan alat ini dapat bekerja baik untuk membantu mencegah banjir,”harap Joko lagi.
Alat tersebut sangat berguna sekali jika diterapkan di daerah-daerah yang mempunyai sungai lebar seperti di Kalimantan dan Sumatera. Saat ini hanya perlu sosialisasi lebih lanjut lagi untuk memperkenalkan alat tersebut di Pemda setempat. Masalah sampah sungai teratasi, banjir bisa diminimalisir dan sampahnya pun bermanfaat.
Seringkali banjir di Jakarta yang disalahkan adalah banjir ”kiriman” dari Bogor. Salah satu penyebab adalah banyaknya sampah yang dibuang ke sungai, terutama sampah yang terapung. “Berdasarkan data dari dinas kebersihan, paling banyak adalah sampah terapung, terutama plastik. Dan kami diminta mendesain peralatan penanganan sampah sungai, terutama untuk sampah yang terapungnya,” terang Hendra Tjahjono, Program Manager Rancang Bangun Peralatan Pembersih Sungai, Pusat Teknologi Lingkungan BPPT.
Dengan bantuan beberapa orang, dibuatlah suatu desain peralatan penanganan sampah sungai yang lebih terintegrasi dari yang sudah ada sebelumnya. Untuk mengatasi sampah yang terapung, dibuat suatu system pengarah apung menggunakan pipa apung, dimana sampah dengan bantuan aliran sungai, masuk ke pipa apung. “Sampah yang masuk ke pipa apung tersebut kemudian di press di suatu alat khusus untuk dihilangkan airnya. Setelah itu, barulah hasil presnya bisa di olah kembali oleh perusahaan-perusahaan daur ulang plastik. Jadi sampah yang diangkat tadi tidak dibuang begitu saja seperti yang sudah-sudah” Ujar Joko Heru Martono, Kepala Tim Teknis Rancang Bangun Peralatan Pembersih Sungai, Pusat Teknologi Lingkungan BPPT.
Sistem pengarah apung tersebut menggunakan sebuah pipa yang dibuat sendiri dengan panjang antara 6 hingga 12 meter. Karena sifatnya yang terapung tapi setengah tenggelam, maka lumpur yang ada di dasar sungai tidak akan ikut terbawa. Sistem ini sifatnya sangat fleksibel. Apabila aliran sungai terlalu deras, permukaan air diatas normal, maka alat tersebut akan naik dan melepaskan sampah-sampah yang ada. Karena kalau tidak, pipa apung tersebut bisa terlepas.
Kendala
Semua peralatan tersebut masih bersifat prototype dan baru didesain untuk mengangkut sampah 1,2 ton per menit. Untuk mewujudkan itu semua ternyata tidak semudah membalikkan telapak tangan. Dibutuhkan lokasi area sungai yang luas untuk menempatkan alat tersebut. Tidak sekedar pipanya saja, tapi juga ada alat lainnya berupa system pengangkatan sampah otomatis, system pengolah sampah awal dan system monitoring serta kontrol. “Menjalankan peralatan tersebut harus terintegrasi karena semuanya di kontrol di satu pusat kendali. Senantiasa harus memperhatikan kecepatan airnya dan sampah yang masuk ke dalam pipa apung jangan sampah yang besar-besar.” ujar Joko.
Umumnya seperti mesin-mesin lain, alat ini juga membutuhkan bahan bakar yang tidak sedikit untuk menggerakkannya. “Untuk semua peralatannya, kita membutuhkan listrik sebesar 10 kilowatt. Dan yang perlu dipikirkan untuk mendapatkan listrik sebesar itu darimana. Alternative lain kita menggunakan diesel, tapi tentu saja biaya yang dikeluarkan akan lebih besar lagi,”tutur Hendra kepada TEKNOPRENEUR.
Ide yang baru tercetus tahun 2007 ini belum dilakukan uji coba. Kendala lain untuk uji coba adalah masalah perizinan. Karena untuk masalah sungai saja dikelola oleh beberapa instansi pemerintah seperti Departemen Pekerjaan Umum dan Pemda setempat. Jadi untuk menerapkan peralatan ini harus diperlukan beberapa izin dengan beberapa peraturan yang berbeda. Dan itu semua memakan waktu lama jika tidak ada kerjasama yang baik dari berbagai pihak.
Peralatan ini masih dalam tahap pengembangan tapi jika ada Pemda yang berminat
untuk mencobanya di persilahkan, pihak BPPT sendiri sudah siap. Syarat yang harus dipenuhi yaitu sungai harus luas minimal 12 meter, aliran airnya deras, jika musim kemarau airnya tidak mengering.
Potensi
Karena semua peralatannya di desain dan dibuat sendiri, maka biayanya tidak terlalu besar. “Berdasarkan perhitungan luas sungai 12 meter, total biayanya sekitar 1 – 1,5 milyar rupiah. Itu sudah termasuk biaya pembuatan dan pemasangan alatnya,” terang Hendra. Jika ada perusahaan yang berminat untuk bekerjasama memanfaatkan teknologi ini dipersilahkan. Selain membantu mengatasi banjir, sampah yang di dapatkan pun berpotensi untuk menghasilkan kembali. Volume sampah yang demikian besar dapat dimanfaatkan setelah dipres dihilangkan airnya untuk dijadikan biogas atau di daur ulang plastiknya.
“Tahun 2009 kita berencana kerjasama dengan Pemda DKI dan Departemen Pekerjaan Umum untuk minta lokasi diterapkannya alat ini. Mengingat saat ini sudah musim hujan, dan ketinggian air di sungai juga sudah mulai meningkat, diharapkan alat ini dapat bekerja baik untuk membantu mencegah banjir,”harap Joko lagi.
Alat tersebut sangat berguna sekali jika diterapkan di daerah-daerah yang mempunyai sungai lebar seperti di Kalimantan dan Sumatera. Saat ini hanya perlu sosialisasi lebih lanjut lagi untuk memperkenalkan alat tersebut di Pemda setempat. Masalah sampah sungai teratasi, banjir bisa diminimalisir dan sampahnya pun bermanfaat.